Kamis, 19 Maret 2009

Bahan Kimia Beracun

BAB. I
PENDAHULUAN

Meskipun penyelidikan epidemiologis memberi bukti yang paling dapat dipercaya bahwa suatu bahan kimia tertentu rnempunyai efek merugikan kesehatan pada suatu populasi, narnun penyelidikan semacarn ini memiliki beberapa kelemahan. Hal ini dikarenakan selain biaya yang rnahal, juga membutuhkan jumlah pekerja yang terpapar dalam jumlah besar untuk rnemjamin kesahihan perhitungan-perhitungan statistik.

Pemaparan terhadap suatu penyebab penyakit yang potensial atau akibat dari perbedaan dalam paparan (misalnya terhadap bahan kimia) kemudian diperiksa dan diukur kemudian penduduk keseluruhan ditindak lanjuti untuk melihat bagaimana perkembangan penyakit atau akibat selanjutnya antara kelompok yang terpapar dan tidak terpapar.

Di samping itu, studi epidemiologis mungkin tidak dapat mendeteksi kasus-kasus mengenai peranan dari kasus satu bahan kimia tertentu ketika para pekerja terpapar terhadap campuran bahan kimia. Oleh karena informasi yang diberikan dalam studi epidemiologis sangat terbatas, maka tindakan pencegahan hendaknya dianjurkan berdasarkan atas studi binatang. Teori dengan menggunakan uji binatang adalah bahwa manusia dan binatang seperti mencit, tikus atau anjing memiliki biokimia dasar dan proses-proses hayati yang sama. Uji binatang memungkinkan untuk menguji toksisitas suatu bahan kimia sebelum manusia terpapar. Setiap bahan kimia mempunyai efek dan target sasaran organ tubuh yang akan rusak baik secara lokal, sistemik, akut, dapat pulih atau tidak dapat pulih.


BAB. II
PEMBAHASAN
A. Bahan Kimia.
Bahan kimia dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh ialah :

1. Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis) Dalam luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.

2. Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.

3. Ginial dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.

4. Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang mennuju ke syaraf adalah pestisida.
Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kirnia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.

5. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik.
Bahan kimia lain dapat merusak surnsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.

6. Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.

7. Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi.
Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.

 Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
 Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid.

B. Cara menentukan toksisitas bahan kimia
Dalam pengertian umum, toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu organisme hidup. Pengetahuan mengenai toksisitas suatu bahan kimia dikumpulkan dengan mempelajari efek-efek dari:
• Pemaparan bahan kimia terhadap binatang percobaan.
• Pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah
• seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium.
• Pemaparan bahan kimia terhadap manusia.
 Studi terhadap binatang
Uji toksisitas akut (LD50dan LC50)
Uji standar untuk tosisitas akut (jangka pendek) adalah memberi binatang bahan kimia dengan jumlah yang semakin meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga binatang percobaan tersebut mati. Cara lain adalah dengan menaruh bahan kimia pada kulit binatang hingga suatu reaksi dapat teramati.

Jumlah bahan kimia yang menyebabkan kematian 50% binatang percobaan dikenal sebagai dosis mematikan bagi 50% binatang percobaan atau LD50. Dalarn percobaan dengan LD50 ini dapat dilakukan secara oral atau dermal tergantung pada metoda pemaparannya.

Dosis mematikan untuk inhalasi bahan kimia dalam bentuk gas atau aerosol juga dapat diuji. Dalarn hal ini konsentrasi gas atau tiap yang membunuh separuh dari binatang dimasukkan konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan atau disebut LC50. LD50 dan LC50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas. Kriteria di bawah ini sering dipakai untuk maksud klasifikasi efek toksik akut pada binatang.

Selain itu dengan skala Hodge dan Sterner dapat mengklasifikasikan toksisitas akut bahan kimia terhadap manusia. Dalam menilai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh suatu bahan kimia tidak mungkin hanya berdasarkan atas LD50 dan LC50. Karena LD50 dan LC50 suatu bahan kimia tidak menyajikan informasi tentang mekanisme atau type toksisitas.

Suatu bahan kimia atau kemungkinan-kemungkinan efek jangka panjang atau kronik. Jadi LD50 dan LC50 hanya merupakan indeks kasar toksisitas. Dalam penentuan dosis tetap, berbagai lembaga internasional saat ini sedang memodifikasi atau mengganti uji LD50 dan LC 50 dengan metode yang lebih sederhana, misalnya tatacara dosis tetap yang menggunakan lebih sedikit binatang percobaan. Tatacara dosis tetap hanya dengan menggunakan jumlah binatang percobaan yang lebih sedikit dan dalam analisis penilaian toksisitas bahan kimia tanpa harus membiarkan binatang mati pada akhir percobaan.

Dasar pemikirannya adalah menguji bagaimana suatu set dosis bahan kimia mempengaruhi sekelompok binatang. Dosis didasarkan alas apa yang tidak diketahui mengenai sifat fisika dan kimia bahan yang sedang dinilai.
• Uji iritasi dan korosi
Uji iritasi dan korosi memberikan sejumlah informasi khas.
Bahan kimia yang sedang diuji ditaruh di atas kulit binatang percobaan dan kemudian diperiksa selama beberapa hari untuk melihat tanda-tanda seperti ruam kulit atau reaksi panas. Pengujian dapat dilakukan pada mata binatang (dikenal dengan Draize).

• Uji toksisitas sub kronik
Secara normal uji toksisitas subkronik memerlukan studi inhalasi atau penelanan selama 90 hari untuk mengetahui efek-efek spesifik dan nyata dari bahan kimia pada organ dan biokimia dari binatang. Pengujian toksisitas sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang dan diarahkan terutama untuk mendeteksi efek toksik yang secara jelas bukan akibat dari pemaparan kulit.

Pengujian secara kasar hanya berdasarkan pengamatan abnormalitas secara pengamatan kasar dengan mata telanjang, tetapi untuk pengujian yang lebih mendalam perlu pengambilan irisan suatu jaringan dan diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui terjadi abnormalitas sel-sel dalam organ.

Pada umumnya dalam pengujian perlu pengarnbilan cuplikan darah atau urin secara teratur dari binatang percobaan untuk pemeriksaan dan analisis. Pengujian-pengujian ini merupakan dasar bagi dosis yang digunakan dalam uji hayati kronik.

• Uji hayati kronik (seumur hidup)
Maksud dari uji hayati kronik (seumur hidup), untuk menentukan apakah bahan kimia dapat menimbulkan setiap efek kesehatan yang mungkin memerlukan waktu yang lama untuk menimbulkan suatu efek seperti kanker, atau paparan jangka panjang terhadap bahan kimia menimbulkan efek kesehatan pada organ seperti ginjal.

Percobaan ini dilakukan dengan memberikan dosis tertentu bahan kimia terhadap hewan percobaan melalui penelanan atau inhalasi terhadap bahan kimia yang sedang diuji selama masa hidupnya. Untuk mencit dapat memakan waktu hingga 2 tahun sedangkan untuk tikus sedikit lebih singkat. Dalam suatu uji khusus, 50 ekor rnencit atau tikus dari tiap jenis kelamin diberi perlakuan paparan bahan kimia yang sedang diuji dengan dosis tinggi tetapi tidak mematikan.
Binatang percobaan ini dibandingkan dengan binatang sebagai kontrol dalam jumlah yang sama dengan jumlah binatang percobaan dalam waktu yang sama. Binatang kontrol ini serupa dalam segala hal dengan binata.ng percobaan, perbedaannya bahwa binatang kontrol tersebut tidak diberi perlakuan pemaparan bahan kimia. Suatu percobaan yang baik yaitu dengan memberikan perlakuan pemaparan untuk kedua jenis kelamin terhadap bahan kimia dengan dosis yang berbeda. Dalam suatu percobaan efek bahan kimia dapat menggunakan binatang percobaan hingga 500 ekor.

• Uji Mutagenitas jangka pendek
Bakteri dan sel binatang yang tumbuh dalam tabung uji dari koloni serangga buah-buahan atau serangga lain cocok untuk penyelidikan yang cepat dan rnurah dalarn usaha mengetahui bahan kirnia yang potensial mempunyai efek karsinogenik dan mutagenik. Uji yang paling baik dan paling banyak digunakan adalah uji rnutagenitas Salmonella (umumnya dikenal sebagai uji Ames). Uji ini membutuhkan bakteri yang tumbuh secara khusus di laboratorium dan memaparkannya terhadap bahan kimia yang diuji. Uji tersebut untuk mendeteksi mutasi dalam bakteri yaitu untuk uji efek mutagenik.

Terdapat sejumlah uji mutagenik jangka pendek yang lain atau pengujian mutagenitas (mutagenity assay). Uji ini seringkali dirujuk sebagai uji in vitro. Jadi uji ini dibedakan dengan uji in vivo yang menggunakan jaringan hidup seperti binatang dan manusia. Banyak bahan kimia dapat menyebabkan kanker pada binatang dan mungkin menimbulkan kanker pada manusia bersifat mutagenik.

• Uji yang herhubungan dengan reproduksi
Uji binatang percobaan untuk memeriksa efek yang merugikan dari suatu bahan kimia pada reproduksi memerlukan perlakuan pemaparan terhadap seekor atau kedua induk terhadap bahan kimia yang sedang diuji sebelum kawin, kemudian diamati efek-efeknya pada setiap keturunannya. Kadang-kadang perlakuan paparannya diberikan pada seekor binatang yang sedang hamil. Efek reproduksi dapat diklasifikasikan dengan hasil-hasil temuan seperti apakah keturunannya lebih sedikit jumlahnya bobot tubuh yang lebih ringan atau dalam beberapa hal mengalami kerusakan. Uji rnultigenerasi kadang-kadang diperlukan untuk mendeteksi efek yang dapat diwariskan bagi generasi berikutnya.



• Uji tingkah laku
Efek bahan kimia terhadap percobaan tingkah laku binatang percobaan. Misalnya pemberian paparan bahan kimia terhadap hewan percobaan kemudian hewan percobaan dimasukkan dalam kotak maze (kotak dengan jalan ruwet) kemudian diamati tingkah laku hewan percobaan tersebut apakah terjadi perubahan tingkah laku dengan adanya efek bahan kimia terhadap otak dan saraf. Namun kerapkali percobaan ini menunjukkan efek tidak nyata.

 Studi epidemiologis
Studi epidemiologis menyelidiki kesehatan sekelompok orang atau menetapkan apakah mereka terpengaruh oleh paparan bahan kimia di tempat kerja atau dalam lingkungan umum. Dalam studi ini perlu perbandingan penyakit yang timbul akibat bahan kimia pada sekelompok orang yang terpapar dengan orang-orang yang tidak terpapar dalam kurun waktu tertentu.

Dua metode penyelidikan yang paling umum dalam epidemiologi adalah studi kontrol kasus dan studi kohor. Studi kontrol kasus relatif lebih sederhana pelaksanaannya dan penggunaannya sedikit meningkat untuk menyelidiki penyebab penyakit terutama bagi penyakit yang jarang terjadi. Pada dasarnya metode ini membandingkan orang yang jatuh sakit atau akibat lainnya dengan suatu kelompok kontrol yang sesuai, yang tidak dipengaruhi oleh penyakit tersebut atau akibatnya dalarn suatu usaha untuk mengidentifikasi penyebab. Studi kohor juga disebut sebagai studi lanjutan atau studi insiden dengan melekat pada sekelompok penduduk (suatu kohor) yang digolongkan dalam sub kelompok.


BAB III
P E N U T U P
KESIMPULAN

Dalam penentuan toksisitas suatu bahan kimia yang terbaik adalah dengan melakukan studi dengan menggunakan binatang percobaan karena uji binatang memungkinkan untuk menguji toksisitas suatu bahan kimia sebelum manusia terpapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar