Kamis, 26 Maret 2009

Pertolongan Darurat



Free Blog Content

Jika Terjadi Kecelakaan
Jika Anda mendengar teriakan atau melihat darah, berarti ada suatu kecelakaan, dan kemungkinan ada seseorang yang terluka. Anda menyadari ia butuh pertolongan, dan Anda berada paling dekat dengannya. Sadarilah bahwa tindakan pertolongan Anda selama beberapa menit ke depan bisa menjadi penentu.

Seberapa Serius Kecelakaannya?
Jangan panik. Cobalah mengetahui seberapa serius kecelakaannya secara cepat. Ini akan mempermudah Anda dalam bertindak cepat untuk menolongnya, apa pun bentuk pertolongan yang dibutuhkannya.

Jangan Panik
Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menentukan seberapa baik Anda dapat mencegah cideranya bertambah parah. Yang paling penting sebelum melakukan penanganan adalah memindahkan korban dari tempat kecelakaan bila situasinya membahayakan. Anda harus mengetahui penyebab kecelakaan dan menghentikannya, apakah itu berupa penghentian crane, pemadaman api, atau pemindahan mesin. Maka, jangan panik, namun tetap waspada!

Pertolongan Darurat
Bila Anda mengetahui bahwa korban membutuhkan pertolongan secepatnya, penting bagi Anda untuk mengetahui keadaan sirkulasi saluran pernapasan:
A. Saluran pernapasan korban jangan sampai terhalang.
B. Bila korban tidak bernapas, segera lakukan pernapasan buatan.
C. Bila tidak ada denyut nadi, lakukan Resusitasi Jantung Paru-RJP (Cardio Pulmonary Resuscitation-CPR).
Untuk panduan lebih jelas, silakan lihat di Resusitasi Jantung Paru-RJP (Cardio Pulmonary Resuscitation-CPR).

Cari Bantuan Bila Diperlukan
Anda harus bisa menentukan apakahAnda bisa menangani korban sendirian. Bila Anda merasa memerlukan bantuan, carilah bantuan secepatnya. Bertindaklah secara tenang sambil menilai situasi. Jangan lupa untuk melakukan pertolongan pertama secara terus­-menerus dan dampingi korban sampai bantuan datang.
Selalu simpan nomor-nomor telpon penting di tempat yang mudah dilihat.

RESUSITASI JANTUNG PARU-RJP (CARDIO PULMONARY RESUSCITATION-CPR)

Bila penderita tidak bernapas dan nadinya teraba tidak berdenyut, mulailah lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau juga dikenal sebagai Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR). CPR adalah kombinasi pemijatan (masase) jantung dari luar dan resusitasi mulut ke mulut. Untuk melakukan hal ini, sebaiknya penolong telah mengikuti pelatihan P3K untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dalam melakukan tindakan agar tidak menambah cidera pada penderita.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus Anda lakukan.

Jika pasien ternyata tidak menunjukkan adanya denyut dan biji mata melebar dan tampak seperti mati:

gambar: http://depts.washington.edu/learncpr/pocket.html
  1. Cari bantuan.
  2. Atur Posisi korban.
  3. Tengadahkan kepala pasien ke belakang.
  4. Carilah titik tekanan yang tepat dengan terlebih dahulu menentukan letak titik ujung tulang dada (sternum). Titik tekanan terletak sejauh dua Lebar jari di atasnya.
  5. Letakkan telapak tangan Anda di atas titik tekanan tersebut. Angkat jari Anda menjauhi permukaan dada.
  6. Tekan lurus ke bawah sebanyak 80 hingga 100 kali per menit. Tekan seeara vertikal, siku pada posisi lurus.
  7. Tekan ke bawah ke arah dada sedalam 2 hingga 3 cm untuk orang dewasa.
  8. Ingat bahwa setelah setiap tekanan ke-30, Anda harus meniupkan udara ke dalam paru-paru dua kali secara berurutan.

HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT


Free Blog Content



A. Hak Perawat

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan salah satu dari praktik keperawatan tentunya seorang perawat memiliki hak dan kewajiban. Dua hal dasar yang harus dipenuhi, dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi dengan apa yang semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara maksimal. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu hak perawat yang mempertahankan kredibilitasnya dibidang hukum serta menyangkut aspek legal atas dasar peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah. Hal ini seperti dipaparkan pada materi sebelumnya sedang dipertimbangkan oleh berbagai pihak, baik dari PPNI, Organisasi profesi kesehatan yang lain, lembaga legislatif serta elemen pemerintahan lain yang berkepentingan.

Selain mendapatkan perlindungan hukum secara legal, perawat berhak untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau keluarganya agar mencapai tujuan keperawatan yang maksimal. Jadi kepada klien dan keluarga yang berada dalam lingkup keperawatan tidak hanya memberikan informasi kesehatan klien kepada salah satu profesi kesehatan lainnya saja, akan tetapi perawat berhak mengakses segala informasi mengenai kesehatan klien, karena yang berhadapan langsung dengan klien tidak lain adalah perawat itu sendiri.

Hak perawat yang lain yaitu melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi. Ini dimaksudkan agar perawat dapat melaksanakan tugasnya hanya yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang didapat berdasarkan jenjang pendidikan dimana profesi lain tidak dapat melakukan jenis kompetensi ini. Bagaimana dengan beberapa jenis kompetensi profesi yang keilmuannya hampir sama dengan keperawatan? hal ini tentunya ada perimbangan sendiri mengenai kompleksitas alur kerjasama antara perawat dan bidang profesi lainnya.

Perawat berhak untuk dapat memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan. Penulis sangat berterima kasih sekali kepada pemerintah dan masyarakat atas penghargaan yang diberikan, yaitu berupa kerja sama yang baik dari masyarakat dan sertifikat resmi dari pusat DEPKES RI Litbangkes sebagai perawat pelaksana saat bertugas di DACILGALTAS (Daerah Terpencil, tertinggal, rawan konflik dan bencana alam serta tidak diminati). Hanya saja penulis hingga saat ini masih bingung, selain sebagai pajangan dirumah kira-kira sertifikat tersebut bisa digunakan untuk apa ya?

Layaknya pegawai pemerintahan lainnya (Pegawai Negeri Sipil) perawat juga berhak memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya. Di Indonesia biasanya kita kenal dengan Asuransi Kesehatan (ASKES). Bagi pegawai negeri sipil (PNS) berhak memiliki ASKES tersebut tak terkecuali perawat yang berstasus PNS, sebagai jaminan kesehatan selama menjalani masa tugas hingga masa pensiun nantinya. Kalau dilihat dari hak perawat yang telah di tetapkan ini sepertinya belum berjalan dengan optimal. Sebenarnya hak mendapatkan perlindungan terhadap resiko kerja ini bukan hanya untuk PNS saja, tetapi untuk semua perawat yang sedang dalam masa tugasnya, misalnya saja yang berada dirumah sakit atau klinik dan balai perawatan swasta. Semestinya perawat tetap mendapatkan jaminan kesehatan baik itu dalam lingkungan pemerintahan maupun swasta, namun pada kenyataannya belum terpenuhi terutama di lingkungan swasta. Hal ini juga tergantung kebijakan dan ketentuan yang diberlakukan oleh manajemen yang memanfaatkan tenaga perawat tersebut.

Satu hal lagi yang sering terabaikan, yaitu mengenai hak perawat untuk menerima imbalan jasa profesi yang proporsional sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. Penulis berharap agar teman-teman sejawat juga dapat mendiskusikannya disini, karena dari sekian banyak perawat yang bekerja belum tentu mendapatkan imbalan yang sesuai dengan ilmu yang diaplikasikan terhadap masyarakat. Akan tetapi jika untuk menyampaikan keluhan dengan maksud memprotes atau sejenisnya bukan disini tempatnya. Disini kita hanya mendiskusikan bagaimana mengambil langkah ke depan, sehingga tidak terjadi lagi hal yang tidak menyenangkan.

B. Kewajiban Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan perawat berkewajiban untuk memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien atau pasien dimana standar profesi, standar praktek dan kode etik tersebut ditetapkan oleh organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga keperawatan. Perawat yang melaksanakan tugasnya diwajibkan untuk merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemerikasaan atau tindakan. Hal ini juga tergantung situasi, jika lingkungan kita juga tidak memungkinkan maka kita sebagai perawat dapat menerangkan alasan yang tepat.

Perawat wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum. Hal ini menyangkut privasi klien yang berada dalam asuhan keperawatan karena disis lain perawat juga wajib menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Perawat wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Jika dalam konteks ini memang agak membingungkan, saya hanya bisa menjelaskan seperti ini, pelaksanaan gawat darurat yang sangat membutuhkan pertolongan segera dapat dilaksanakan dengan baik yaitu di rumah sakit yang tercipta kerja sama antara perawat serta tenaga kesehatan lain yang berhubungan langsung, sedangkan untuk daerah yang jauh dari pelayanan kesehatan modern tentunya perawat kebanyakan menggunakan seluruh kemampuannya untuk melakukan tindakan pertolongan, demi keselamatan jiwa klien.

Kewajiban lain yang jarang diperhatikan dengan serius yaitu menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalsme. Beberapa faktor-faktor yang membuat kita malas mengembangkan ilmu keperawata banyak sekali. Contoh kecil saja ketika sudah bekerja, mungkin akan berfikir bahwa ilmu pengetahuan kita akan bertambah seiring dengan pengalaman yang didapatkan dilapangan, untuk itu kita harus dapat membagi fokus kita antara belajar dan bekerja sehingga orientasi kerja juga tidak terganggu dan ilmu kita bertambah banyak. Bahkan ada yang hanya mengejar pangkat atau golongan sehingga yang dituju adalh jenjang pendidikan yang kadang-kadang tidak sesuai, misalkan yang seharusnya dari DIII keperawatan lanjut ke S1 Keperawatan tetapi beralih kejurusan lain, sekolah murah asal naik pangkat, menurut saya hal ini hanya menyemakkan ruang kerja saja yang berisi orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang seharusnya mereka miliki. Namun disisi lain, untuk mencapai jenjang pendidikan yang tinggi di bidang keperawatan membutuhkan biaya yang super tinggi pula, sehingga mereka yang mengejar pangkat tadi merasa tidak seimbang dengan apa yang akan mereka dapatkan kelak.

Jadi apa yang dimaksud disini adalah bahwa untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang keperawatan bukan hanya di bangku kuliah saja, akan tetapi bisa melalui internet :) seperti yang anda lakukan sekarang ini, serta disisi lain kita juga perlu mengejar jenjang pendidikan karena semua itu tidak kalah pentingnya.

Sumber Bacaan:
Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik
BAB VIII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN Pasal 37
Implementasi Kinerja Perawat di Rumah Sakit,Pendidikan dan Komunitas

TINDAKAN PEMASANGAN NASOGASTRIK TUBE ( NGT )



BAB I : PENDAHULUAN

A. Later belakang

Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).

Untuk memenuhi kebutuhan pasien, pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memasukan dan melakukan perawatan NGT adalah sangat dibutuhkan.

Bagi anak-anak,kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti anomali anatomi jalan makanan; oesophagus atau alat eliminasi, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan atau tidak sadarkan diri. Keselamatan adalah selalu menjadi perhatian,dimana kerjasama perawat pasien dan keluarga sangat dibutuhkan dan pada sebagian anak terkadang agak sedikit dipaksakan.

Sebagai perawat profesional,harus berhati-hati dalam melaksanakan tindakan serta memperhatikan keunikan variasi di dalam melaksanakan tindakan secara aman dan nyaman. (WALLEY & WONG, 2000).


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Teori

Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).

Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah selang plastik ( selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung, melewatI tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung.

Nasogastrik: Menunjuk kepada jalan dari hidung sampai ke lambung.
Selang Nasogastrik adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung ( melewati nasopharynx dan esophagus ) menuju ke lambung.
Singkatan untuk Nasogastrik adalah NG. Selangnya disebut selang Nasogastrik.

"Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan berasal dari Latin “nasus”untuk hidung atau moncong hidung.
Gastik berasal dari bahasa Yunani “gaster” yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan perut. Istilah “nasogastric” bukanlah istilah kuno melainkan sudah disebut pada tahun 1942.

Definisi NGT :
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot.

Tujuan dan Manfaat Tindakan

Naso Gastric Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung(cairan,udara,darah,racun)
2. Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)

NUTRISI ENTERAL

Nutrisi Enteral merupakan pemberian nutrient melalui saluran cerna dengan menggunakan sonde (tube feeding).
Nutrisi enteral direkomendasikan bagi pasien-pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui asupan oral.
Pemberian nutrisi enteral dini (yang dimulai dalam 12 jam sampai 48 jam setelah pasien masuk ke dalam perawatan intensif [ICU]) lebih baik dibandingkan pemberian nutrisi parenteral.

Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain:
• Mempertahankan fungsi pertahanan dari usus
• Mempertahankan integritas mukosa saluran cerna
• Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
• Mengurangi proses katabolic
• Menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna
• Mempercepat penyembuhan luka
• Lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral
• Lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan Nutrisi Parenteral
• Pasien-pasien yang dapat diberikan nutrisi enteral adalah mereka yang tidak bisa makan, tidak dapat makan, dan tidak cukup makan (ASPEN, 1998)

“Bila usus bekerja, gunakanlah.” Kalimat yang sudah sering diucapkan berulang-ulang kali itu, merupakan panduan untuk pemberian dukungan nutrisi.

Biasanya, adanya bunyi usus dan flatus merupakan indikator bahwa saluran cerna berfungsi, khususnya pada pasien-pasien paska pembedahan.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa motilitas saluran cerna yang menurun pada periode paska operasi ini, hanya mempengaruhi lambung dan usus besar (kolon), dan tidak mempengaruhi fungsi usus halus.

Berkurangnya ataupun hilangnya bunyi usus tidak perlu sampai menghambat pemberian nutrisi enteral (Lewis et al 2001).

Sebaliknya, adanya bunyi usus juga tidak menjamin bahwa pemberian nutrisi enteral bisa sukses, misalnya pada pasien-pasien dengan Intractable diarrhea.


DOKUMENTASI

Catat hal-hal berikut pada lembar dokumentasi:

Tanggal dan waktu insersi slang
Warna dan jumlah drainase
ukuran dan tipe slang
Toleransi klien terhadap prosedur

KOMPLIKASI YANG DISEBABKAN OLEH NGT

1. Komplikasi mekanis
-Sondenya tersumbat.
-Dislokasi dari sonde, misalnya karena ketidaksempurnaan melekatkatnya sonde dengan plester di sayap hidung.

2.Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi.
Dikarenakan pemberian NGT feeding yang terlalu cepat
3.Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
-Yang menyerupai jerat
-Yang menyerupai simpul
-Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.
Hal ini dapat langsung menyebabkan diare.
4.Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi


B.PENGKAJIAN

Pengkajian pada pasien yang akan dilakukan pemasangan NGT meliputi:

1.Biodata klien: Nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, Diagnosa medis,Tanggal admission.
2.Riwayat kesehatan: Riwayat Masa lalu klien, Riwayat kesehatan keluarga dan Riwayat kesehatan klien saat ini.
3.Kondisi kesehatan saat ini

Pemeriksaan fisik:
*Kesadaran umum: Allert/letargic, (regular/irregular),Pulse rate,Blood pressure.
*Tanda-tanda Vital: Respiration(regular/irregular),Respiration rate,Pulse rate,Blood pressure.

*Head to too; Apakah terdapat trauma di bagian kepala; nasophageal trauma,skull fracture,maxilo fracture,cervical fracture,disphagia,atresia oesophagus,naso-oro-pharyngeal burn.apakah terdapat paresthesia, hemipharesis,Apakah terdapat alat bantu pernafasan;pemasangan mask oksigen,nasal canula,endotracheal tube,guedel/mayo,ventilator,distensi abnominal, muntah(cairan,darah;warna,konsistensi)

Data Penunjang:
• Oxygen saturation
• Chest X-Ray

NGT on Chest-X Ray dan Upper Abdominal X Ray
sesudah insertion untuk memastikan posisi NGT di lambung

• Laboratorium: sample darah lengkap,urine,stool

PENGKAJIAN SECARA UMUM

Pengkajian harus berfokus pada:
Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
Riwayat masalah sinus atau nasal
Distensi abdomen, nyeri atau mual


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan pemasangan NGT adalah sebagai berikut :

Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
Gangguan Rasa Nyaman : mual muntah
Kurang pengetahuan


C.PERENCANAAN SECARA UMUM
Perencanaan untuk pemasangan NGT sesuai dengan tujuan dan manfaat tindakan dan indikasi kontraindikasi

Perencanaan keperawatan yang bertujuan untuk menghindari beberapa komplikasi

1. Komplikasi mekanis

a) Agar sonde tidak tersumbat
 perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh sedikitnya tiap 24 jam
 bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus dibersihkan setiap 30 menit dengan menyemprotkan air atau teh.

b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi

 sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasa sakit
 posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+ 30°)

2. Komplikasi pulmonal: aspirasi

a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna.

Untuk mengontrol letak sonde tepat di lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde.

3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde

a) sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap pasien) panjangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung sampai keujung distal sternum.
b) sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung
c) sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasasakit
d) perawat dan pasien harus setiap kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah masih tetap tidak berubah (tergeser).

4. Komplikasi yang disebabkan oleh yang zat nutrisi antara lain

4.1. Komplikasi yang terjadi di usus

a) Diare
b) Perut terasa penuh
c) Rasa mual, terutama pada masa permulaan pemberian nutrisi enteral



4.2. Komplikasi metabolik hiperglikemia

Perencanaan keperawatanya dari komplikasi yang terjadi di usus
Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan secara bertahap.

 Tahap pembangunan; dengan mempergunakan mesin pompa
Hari 1 : kecepatan aliran 20 ml/jam = 480 ml/hari
Hari 2 : kecepatan aliran 40 ml/jam = 960 ml/hari
Hari 3 : kecepatan aliran 60 ml/jam = 1440 ml/hari
Hari 4 : kecepatan aliran 80 ml/jam = 1920 ml/hari
Hari 5 : kecepatan aliran 100 ml/jam = 2400 ml/hari =
2400 kcal/hari
Kekurangan kebutuhan cairan dalam tubuh pada hari pertama sampai dengan hari keempat harus ditambahkan dalam bentuk air, teh atau dengan sistem infus (parenteral).

Selanjutnya ada dua kemungkinan:

Kemungkinan I

Nutrisi enteral konsep 24 jam:
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 100 ml/jam = 2400
ml/hari = 2400 kcal/hari.

Kemungkinan II
Hari 6: kecepatan aliran 120 ml/jam (selama 20 jam/hari)
Hari 7: kecepatan aliran 140 ml/jam (selama 17 jam/hari)
Hari 8: kecepatan aliran 160 ml/jam (selama 15 jam/hari)
Hari 9: kecepatan aliran 180 ml/jam (selama 13 jam/hari)
Hari 10: kecepatan aliran 200 ml/jam (selama 12 jam/hari)

Nutrisi enteral konsep 12 jam
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 200 ml/jam = 2400ml/hari = 2400 kcal/hari

Maksud konsep 12 jam ini agar pasien hanya terikat oleh
pemberian nutrisi enteral selama 12 jam sehari. Misalnya,hanya antara jam 19 sampai jam 7 pagi sambil tidur.
Apabila timbul rasa mual atau diare, pada waktu tahap pembangunan dianjurkan supaya kecepatan aliran nutrisi enteral diturunkan 40 ml/jam.

Contoh :
26 Cermin Dunia Kedokteran No. 42, 1987
Pada kecepatan 100 ml/jam, pasien merasa mual dan mendapat diare.
Dianjurkan:
-- kecepatan diturunkan sampai 60 ml/jam
-- ditunggu 24 sampai 48 jam sehingga rasa mual dan diare hilang
-- setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 80 ml/jam
-- tunggu lagi 48 jam
-- bila tak ada keluhan, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 120 ml/jam, dan seterusnya.
Tiap kali timbul rasa mual atau diare, kecepatan aliran nutrisi langsung dikurangi 40 ml/jam dan perlahan-lahan setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan dinaikkan lagi.



• perencanaan keperawatan dari komplikasi metabolik

- periksa kadar gula dalam darah selama nutrisi enteral
- bila terjadi hiperglikemia, terutama pada pasien-pasien yang menderita dibetes melitus, harus dilakukan terapi dengan insulin.


BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

A. Nutrisi enteral per sonde tak perlu dihentikan, bila
1. diare ringan
2. perut terasa penuh
3. pasien terus menerus harus bertahak
4. dislokasi sonde yang tidak terlalu berat

Dalam hal ini, pasien dan perawat dapat menanggulanginya dengan cara-cara sebagai berikut :
-- kecepatan nutrisi enteral harus diturunkan 40 ml/jam
-- apakah ada kemungkinan kontaminasi pada waktu mempersiapkan zat nutrisi?

Bila demikian, sistem saluran dan zat nutrisi harus diganti dengan yang baru dan bersih.
-- periksa letak sonde. Gunakan stetoskop untuk mengauskultasi lambung sambil menyemprot udara ke dalam sonde.


B. Nutrisi enteral harus dihentikan sementara sampai kesukaran-kesukaran ditanggulangi, bila:
1. muntah-muntah
2. pilek (rinitis) yang berat
3. kalau simtom-simtom dari A dalam waktu 48 jam tidak mereda
Selama penghentian ini, perawat atau pasien harus secara teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh agar sonde tidak tersumbat.

C. Nutrisi enteral harus langsung dihentikan dan konsultasi ke
dokter, bila:
1. muntah-muntah yang berat
2. diare yang berat
3. diduga aspirasi

KONTROL RUTIN

1. Setiap 2 hari menimbang berat badan
-- ini merupakan kontrol rutin yang mudah dan efektif
-- bila berat badan tidak naik atau bahkan menurun menunjukkan sesuatu yang tidak sempurna
-- dalam hal ini harus konsultasi ke dokter.
2. Pasien atau perawat harus secara teratur membuat protokol
tentang frekuensi, jumlah dan konsistensi dari tinja.
3. Pasien atau perawat harus setiap kali mengontrol apakah letak tanda pada sonde masih berada di permukaan lubang hidung dan tidak tergeser. Sonde harus tetap melekat sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik, tanpa menimbulkan rasa sakit.
4. Mesin pompa dan sistem pipa plastik harus dikontrol baik- baik kebersihannya dan tidak boleh bocor

"CHECK LIST"
Harus konsultasi ke dokter, bila :
1. berat badan turun
2. pilek (rinitis) yang berat
3. diduga aspirasi
4. muntah-muntah yang berat

Apakah kedudukan sonde masih sempurna? Bila:
1. pasien terus menerus bertahak (refluks)
2. diare: ini akan terjadi bila sonde meluncur terus menuju abdomen atau jejunum.
Dalam hal ini sonde harus agak ditarik ke luar.
Apakah osmolaritas zat nutrisi sesuai dengan yang dianjurkan? Bila:
1. diare
2. perut terasa penuh.
Dalam hal ini harus diperiksa apakah zat nutrisi dipersiapkan sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik. Perhatikan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah bubuk zatnutrisi.
Apakah kecepatan aliran nutrisi enteral tidak terlalu cepat?
Apakah mesin pompa atau sistem pipa tidak sempurna?
Bila
1. diare
2. perut terasa penuh

D. Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT

INDIKASI:

• Pasien dengan distensi abdomen karena gas,darah dan cairan
• Keracunan makanan minuman
• Pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT
• Pasien yang memerlukan NGT untuk diagnosa atau analisa isi lambung

KONTRAINDIKASI:

Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan berlebihan kepada beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya sewaktu memasang NGT,seperti:
• Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi intracranial.
• Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion juga beresiko untuk esophageal penetration.
• Klien dengan Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan NGT, pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT
• Pasien dengan gastric bypass surgery yang mana pasien ini mempunyai kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan
konstruksi bypass adalah dari kantong lambung yang kecil ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang menyebabkan malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori dan nutrisi


BAB III. PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI (PEMASANGAN) NGT
Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

Pelaksana harus seorang professional kesehatan yang berkompeten dalam prosedur dan praktek dalam pekerjaannya.
Pengetahuan dan ketrampilan dibutuhkan untuk melakukan procedure dengan aman adalah :
1) Anatomi dan fisiologi saluran gastro-intestinal bagian atas dan system pernafasan..
2) Kehati-hatian dalam procedure pemasangan dan kebijaksanaan penatalaksanaan NGT.
Pengetahuan mendalam pada pasien ( misalnya : perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat mambuat sulitnya pemasangan NGT tersebut

PERALATAN

- Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien)
- Pelumas/ jelly
- Spuit berujung kateter 60 ml
- Stetoskop
- lampu senter/ pen light
- klem
- Handuk kecil
- Tissue
- Spatel lidah
- Sarung tangan dispossible
- Plester
- Kidney tray
- Bak instrumen

UKURAN SELANG NASOGASTRIC

 Digunakan berbagai ukuran selang, and pemilihan ukuran yang sesuai tergantung pada tujua penggunaan dan perkiraan lama/ durasi penggunaan selang

 Selang berdiameter kecil ( 8 Fr sampai 12 Fr ), lunak, fleksible, sering digunakan untuk pasien yang membutuhkan enteral feeding untuk kurang dari 6 minggu


 NGT berdiameter besar, kurang flexible, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat, dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk feeding jangka pendek ( biasanya kurang dari 1 minggu ).

 Keuntungan NG tubes ukuran kecil dengan ukuran besar meliputi : kurang menimbulkan trauma pada mukosa nasal baik selama pemasangan maupun NG tube insitu, dan toleransi klien lebih


 Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan propilaksis untuk pencegahan gastro-oesofageal reflux dan micro-aspiration isi lambung, ke dalam jalan napas bagian bawah meskipun masih kontroversial sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan komplikasi-komplikasi ini.

 Displacement dapat terjadi ukuran besar maupun kecil, namun ukuran kecil lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda dapat terlihat dari luar, dan mudah terjadi kemacetan dan melilit.
.
 Insertion of the NG tube adalah suatu procedure yang kompleks, and membutuhkan skill and keahlian sebaimana kesalahan-kesalahan penempatan dapat berakibat pada komplikasi-komplikasi .

 Selama awal pemasangan NGT, misplacement dapat meliputi respiratory tract , brain, oesophagus, peritoneum, stomach (duodenal tube) and intestine (gastric tube) .

 Upward displacement meningkatkan resiko pada pulmonary aspiration, sedangkan downward displacement meningkatkan resiko feeding intolerance jika formula atau obat-obatan diberikan melalui tubing itu.

HASIL YANG DIHARAPKAN

Klien tidak mempunyai keluhan mual atau muntah.
Klien berkurang rasa nyeri dari distensi abdomen
Distensi abdomen berkurang
Kebutuhan Nutrisi terpenuhi
Tidak terjadi aspirasi

LANGKAH PELAKSANAAN

 Cuci tangan dan atur peralatan
 Jika memungkinan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
 Identifikasi kebutuhan ukuran NGT klien
 Bantu klien untuk posisi semifowler
 Posisi klien yang diperlukan :
Posisi untuk memudahkan memasukan NGT adalah semi sitting position atau high-Fowler jika tidak ada kontra indikasi (misalnya pasien dengan patah tulang belakang).
 Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominant kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri).
 Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas.
 Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien.
 Gunakan sarung tangan
 Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil

 Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih

 Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut

 Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan

 Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam

 Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.

 Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang

 Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan untuk memfiksasi slang.

 Kurangi manipulasi atau merubah posisi klien sewaktu memasukan NGT, termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkan cervical injury karena manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melaksanakan prosedur.
 Stabilisasikan posisi kepala.

INITIAL CONFIRMATION OF POSITION

 Posisi tubing yang benar harus dipastikan seebelum penggunaan NGT untuk tujuan apapun. Biarkan guide wire di tempat sampai posisi
Untuk meyakinkan tubing didalam lambung sebelum cairan diberikan
Cirgin-Elliott et al (1999)
 X-Ray confirmation , harus dilakukan pada semua klien, •

Peringatan : X Ray confirmation hanya valid pada waktu X_Ray dilakukan. Warning – x-ray

Semua NGT yang telah dimasukkan, harus mempunyai X-Ray Thorax dan upper abdomen untuk konfirmasi
X-Ray harus di review oleh seorang dokter dan konfirmasi tentang posisi di catat dalam catatan medis. Kemudianm introducer dapat di removed dan aspirate di test untuk di check pH-nya. Metheny N.A.& Titler M (2001)

Testing of aspirate
 Sebelum aspirating flush the tube dengan 20 ml udara untuk membebaskan selang NGT dari zat-zat lain (gunakan syringe > 30 ml).
 Aspirate 20 mls dari tubing ( gunakan large syringe > 30ml ) and test pH dengan indicator strips.
 pH 4 atau kurang mengindikasikan gastric placement dan confirms correct positioning.

BAB IV. EVALUASI

Setelah melakukan proses keperawatan baik dari hasil pengkajian diagnosa perencananaan pemasangan NGT perlu dikaji hasil yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Pengkajian yang terus – menerus terhaap kriteria hasil yang diharapkan sehingga tercapai tindakan keperawatan yang berkualitas.
1. Tidak terjadi komplikasi aspirasi, nasal irritation, sinusitis, epistaxis, rhinorrhea, skin erosion or esophagotracheal fistula sebagai dampak dari pemasangan NGT.
2. Tingkat pengetahuan pasien dan keluarga akan bertambah, bisa diajak berkerjasama dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara utuh baik pengkajian, menentukan masalah, perencanaan, pelaksanaan juga evaluasi.
3. Kebutuhan pasien terpenuhi secara adekuat baik berupa kebutuhan nutrisi maupun cairan

Referensi:
 ADA Pocket Guide to Enteral Nutrition. American Dietetic Association, 2006.
 http://en.wikipedia.org/wiki/Nasogastric_intubation
 http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=9348
 http://dying.about.com/od/glossary/g/NG_tube.htm
 Canaby A, Evans L and Freeman ( 2002 ) Nursing care of patients with nasogastric feedingtube. British Journal of Nursing 11 (6 )
 http://www.southtees.nhs.uk/UseFiles/pages/2249.pdf
 Mallett, J & Dougherty, L (2000) Marsden Manual 5TH Ed Blackwell Science, United Kingdom

IGD RSUD BUOL PERSONIL











Instalasi Gawat Darurat RSUD Buol di kepalai oleh Ibu Titi Kurniawati S. Sit, dan mempunyai personil sebagai berikut :

1. Abdul Salam Mansyur.
2. Buing wahyono Amd. Kep.
3. Adriansyah Batalipu Amd. Kep.
4. Afif Amd.Kep.
5. Herianto Amd. Kep
6. Asraf.Kep.
7. Rivhal Amd. Kep.
8. Rustam Amd.Kep.
9. Qayum Amd. Kep.
10. Sumardi Amd. Kep
11. Hendra Wahyudi.
12.Akbar Amd. Kep.

13. Rahman Amd. Kep.
14. Sarini Abd Kadir Amd.Kep.
15. Sucianti Amd.Kep.
16. Karmila Amd.Kep.
17. Gledis Langitan Amd. Kep.
18. Espa Pali Amd. Kep.

Kamis, 19 Maret 2009

TOKSIKOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai bahan kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran, toksikologi didefinisikan sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan penggunaan obat dan bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan dengan farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan “semua substansi adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan racun dari obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut sampai saat ini masih relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang menyebabkan keracunan, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang paling penting.
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.
Istilah toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi dan metabolisme toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai metabolitnya. Sedangkan istilah toksikodinamik digunakan untuk merujuk berbagai efek kerusakan unsur tersebut pada fungsi fital.


BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIOLOGI
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai macam obat dan zat kimia, karena praktis setiap zat kimia mungkin menjadi penyebabnya. Secara ringkas klasifikasi keracunan sebagai berikut:
• Menurut cara terjadinya
1. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
2. Attempted poisoning
3. Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
4. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut.

5. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.
• Menurut waktu terjadinya keracunan
1. Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil.
2. Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak.
• Menurut alat tubuh yang terkena
Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP, racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ saja.

• Menurut jenis bahan kimia
1. Alkohol
2. Fenol
3. Logam berat
4. Organofosfor
Pengklasifikasian bahan toksik yang menjadi penyebab keracunan adalah sebagai berikut:
• Menurut keadaan fisik : gas, cair, debu
• Menurut ketentuan label : eksplosif, mudah terbakar, oksidizer
• Menurut struktur kimiawi : aromatik, halogenated, hidrokarbon, nitrosamin
• Menurut potensi toksik : super toksik, sangat toksik sekali, sangat toksik, toksik, agak toksik

B. METODE KONTAK DENGAN RACUN
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode kontak dengan racun melalui cara berikut:
• Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh kasus: overdosis obat, pestisida
• Topikal (melalui kulit)
Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini biasanya terjadi di tempat industri. Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat
• Topikal (melalui mata)
Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi lokal. Contoh : asam dan basa, atropin
• Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO (karbon monoksida)
• Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun intradermal.

C. EFEK TOKSIK
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dalam toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan digunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. Seabelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi tertentu, harus diketahui dulu efek apa yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh yang sehat. Jarang obat yang hanya mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat mempunyai efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam organ dan fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam menentukan penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang bahkan bisa menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang berlebihan.
Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan tunggal atau paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan akut. Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan sub-kronis bila terpapar selama 3 bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari. Efek toksik pada paparan kronis dapat tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang kali.
Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat maupun terjadi setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed toxicity (toksisitas tertunda). Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak dengan konsentrasi rendah bahan kimia dalam jangka waktu lama disebut low level, long term-exposure (paparan jangka lama, tingkat rendah). Efek berbahaya, baik akibat paparan akut maupun kronis, dapat bersifat reversibel maupun ireversibel. Riversibilitas relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena.
Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara bersamaan ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa bahan dapat digolongkan sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan toleransi. Pada potensiasi, satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau salah satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan lebih bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan keadaan yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu bahan kimia tertentu. Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat aditif.

D. INDEK TERAPEUTIK
Indek terapeutik adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif. Indek ini menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada pengunaan biasa. Indeks terapeutik suatu dosis diperlukan, karena terapi yang dijalankan dapat menimbulkan efek. Diperkirakan sebagai rasio LD 50 (dosis letal pada 50 % kasus) terhadap ED 50 (dosis efektif pada 50% kasus). Dalam praktik, sebuah substansi dikatakan memiliki indeks terapeutik “tinggi” atau “rendah”. Penggunaan terapi obat sebaiknya mempunyai ED yang lebih besar daripada LD. Obat yang mempunyai indek terapeutik lebar biasanya tidak memerlukan pemantauan obat terapeutik. Pemantauan obat terapeutik biasanya dilakukan pada obat yang mempunyai indek terapeutik sempit. Tujuan dari pemantauan obat terapeutik adalah:
• Mengevaluasi kepatuhan klien terhadap terapi yang diberikan
• Untuk mengetahui apakah obat lain sudah mengubah konsentrasi obat
• Untuk menentukan respon tidak efektif terhadap obat tertentu
• Untuk menentukan kadar obat dalam serum apabila dosis obat diubah.
Setiap zat kimia, bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan menimbulkan gejala-gejala toksis. Gejala-gejala ini pertama-tama harus ditentukan pada hewan coba melalui penelitian toksisitas akut dan subkronik. Penelitian toksisitas akut diutamakan untuk mencari efek toksik, sedangkan penelitian toksisitas kronik untuk menguji keamanan obat. Penilaian keamanan obat dapat dilalukan melalui tahapan berikut:


• Menentukan LD 50
• Melakukan percobaan toksisitas akut dan kronik untuk menentukan no effect level
• Melakukan percobaan karsinogenisitas, teratogenesis dan mutagenisitas.

E. PENATALAKSANAAN DAN IMPLIKASI KEPERAWATAN
Orang sering menghubungkan racun dengan antidotnya, padahal sebenarnya hanya ada sedikit antidot spesifik. Penanganan yang tepat dan hati-hati akan mencegah kondisi korban menjadi lebih fatal. Seorang perawat dalam menangani kasus keracunan ini bisa berperan dalam proses pengkajian, perencanaan, implementasi sampai evaluasi. Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah penilaian klinis, meskipun sebab keracunan belum diketahui. Hal ini disebabkan karena pengobatan simtomatis sudah dapat dilakukan terhadap gejala-gejalanya. Diantaranya yang sangat penting pada permulaan keracunan adalah penilaian kesadaran dan respirasi. Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya keracunan. Tingkat kesadaran dalam toksikologi dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
• Tingkat I : penderita ngantuk tapi mudah diajak bicara
• Tingkat II : penderita dalam keadaaan sopor, dapat dibangunkan dengan rangsang minimal, misalnya bicara keras-keras atau menggoyang lengan
• Tingkat III : penderita dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi dengan rangsang maksimal, yaitu dengan menggosok sternum dengan kepalan tangan.
• Tingkat IV : penderita dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikitpun terhadap rangsang maksimal.

Rencana tindakan untuk pasien keracunan meliputi:
• Stabilisasi
Perawatan pasien keracunan diarahkan untuk stabilisasi masalah-masalah mendesak jalan nafas yang mengancam hidup, pernafasan dan sirkulasi. Langkah-langkah stabilisasi adalah sebagai berikut:
1. Kaji dan tangani jalan nafas
2. Kaji dan kontrol perdarahan. Cegah dan tangani syok dengan pemberian produk darah jika perlu.
3. Kaji terhadap adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit lain
4. Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
5. Kaji status jantung
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah yang mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi, meliputi:
1. Tanda-tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
2. Mata
Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis menyebabkan perubahan pada mata. Tetapi dalam menentukan prognosis keracunan gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
3. Mulut
Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan toksik.
4. Kulit
Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar keringat yang berlebihan.
5. Abdomen
Pemeriksaan abdomen bisa menunjukkan adanya ileus, bising usus yang hiperaktif, dan kejang abdomen. Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif, sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tingkat kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.
6. Sistem saraf
Seizure fokal atau defisit motorik menunjukkan adanya lesi struktural daripada toksik atau ensefalopati metabolik.
Pada intinya penanganan awal pada kasus keracunan adalah menangani masalah ABC, bukan mencari penyebab keracunannya apa, baru setelah kondisi stabil dicari penyebab keracunan.
• Riwayat umum
Setelah pasien berhasil distabilkan, upaya-upaya untuk mendapatkan riwayat pemajanan bisa dilakukan. Riwayat tersebut bisa diperoleh dari pasien sendiri, angota keluarga, teman-teman, para penyelamat dan saksi. Hal terpenting adalah mengidentifikasi bahan toksik, jumlah dan waktu pemajanan, alergi atau penyakit yang mendasari, dan apakah tindakan pertolongan pertama yang telah dilakukan.
• Identifikasi keberadaan sindrom toksik
Adanya sindrom toksik dapat membantu menegakkan diagnosa banding dengan mengusulkan berdasarkan kelas dari racun yang mungkin mengenai korban. Lima sindrom toksik yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1. Kolinergik
Gejala : tanda vital menurun, salivasi berlebihan, lakrimasi, urinasi, emesis dan diaforesis, depresi sistem saraf, bradikardi, kejang.
Penyebab : insektisida organofosfat dan karbamat, beberapa jamur
2. Opiat/hipnotik sedatif
Gejala : TTV menurun, koma, depresi pernafasan, miosis, hipotensi, bradikardi, penurunan bising usus, edema pulmonal.
Penyebab : narkotik, benzodiazepam, barbiturat, etanol, klonidin
3. Antikolinergik
Gejala : delirium, kering, ruam kulit, pupil melebar, suhu tinggi, retensi urine, bising usus menurun, takikardi, kejang
Penyebab ; antihistamin, atropin, agen antidepresan, beberapa tanaman jamur
4. Simpatomimetik
Gejala : delusi, paranoia, takikardia, hipertensi, midriasis, kejang
Penyebab : kokain, teofilin, kafein, amfetamin, fenipropanolamin
5. Gejala putus obat
Gejala : diare, midriasis, takikardia, halusinasi, kram
Penyebab : alkohol, barbiturat, narkotik, benzodiazepin
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus keracunan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
• Penatalaksanaan umum
• Penatalaksanaan tingkat lanjut
Penatalakasanaan umum
Langkah ini termasuk tindakan pertolongan pertama yang diberikan untuk mencegah absopsi agen dan jika memungkinkan untuk menyingkirkan pemajanan berlanjut atau berulang.
Properti fisiokimia obat atau toksik, banyaknya, dan waktu pemajanan dapat menentukan tipe dan beratnya dekontaminasi. Dekontaminasi melibatkan pengeluaran toksik dari kulit, saluran cerna, inhalasi, dan okular.
• Pemajanan okuler
Dalam kasus ini , dekontaminasi dicapai dengan pengaliran air suam-suam kuku atau normal saline segera setelah pemajanan. Menggunakan gelas besar atau mandi pancur bertekanan rendah, mata akan terus-menerus tergenangi selama 15 sampai 30 menit sambil mengedip mata, memejam dan membuka mata. Jika gejala dari iritasi okuler belum mereda setelah dilakukan dekontaminasi, maka diperlukan pemeriksaan mata lanjutan.
• Pemajanan dermal
Setelah melepas pakaian yang terkontaminasi, dekontaminasi kulit dilakukan dengan merendam kulit dalam air suam-suam kuku selama 15 sampai 30 menit dan kemudian secara lembut mulai membersihkan bagian yang terkontaminasi dengan air dan sabun, membilas dengan menyeluruh. Kasus penyerapan toksin secara dermal, pemberi perawatan kesehatan dapat berisiko terhadap toksisitas jika terjadi kontaminasi dermal sementara membantu korban untuk dekontaminasi. Netralisasi asam basa pada kulit dianjurkan untuk pemberi perawatan.
• Pemajanan inhalasi
Langkah pertama yang dilakukan adalah memindahkan korban ke tempat yang udaranya segar sambil memastikan bahwa penolong tidak terpajan toksik yang menyebar di udara. Jalan nafas yang paten harus dibuat dan status pernafaasan dikaji. Pernafasan buatan diperlukan jika korban tidak bernafas spontan.
• Ingesti
Dilusi dengan susu dan air dilakukan pada menelan iritan atau kaustik. Pada orang dewasa dapat didilusi dengan satu gelas susu atau air, sedangkan pada anak-anak dapat diberikan 2 sampai 8 ons cairan, berdasarkan pada ukurannya.
Penatalaksaanaan Tingkat Lanjut
Langkah ini mengacu pada modalitas tindakan yang khusus, yang dapat mencakup langkah-langkah pencegahan lebih lanjut terhadap absorpsi, peningkatan eliminasi, pemantauan pasien, pemberian antidotum, dan perawatan simtomatik dan suportif. Cara ini meliputi:
• Emetik
Merupakan tindakan mengeluarkan kembali obat atau toksik yang tertelan dengan merangsang muntah. Pada umumnya tindakan ini dilakukan dalam 4 jam setelah kejadian, lebih cepat lebih baik. Muntah yang ditimbulkan tidak akan mengosongkan lambung seluruhnya, hanya sekitar 30 % isi lambung yang dapat dikeluarkan. Biasanya emetik yang digunakan adalah sirup ipecac. Sirup ini harus diberikan sesegera mungkin setelah ingesti (dalam 30 menit) dan diikuti dengan air dan meningkatkan aktivitas fisik pasien. Jika dosis awal gagal untuk mendapatkan hasil dalam waktu 20 sampai 30 menit, dapat diulang satu kali dengan dosis sama. Apabila emesis sudah selesai, tunda makan minum selama satu sampai dua jam untuk menenangkan lambung.
Kontraindikasi untuk tindakan emesis:
1. Depresi status mental
2. Tidak ada reflek muntah
3. Kejang
4. Ingesti agen yang dapat menimbulkan serangan depresi pada SSP
5. Agen kaustik yang tertelan telah dicerna
6. Setelah menelan substansi korosif
7. Setelah minum turunan petrolium
• Lavage lambung
Merupakan metode alternatif yang umum untuk pengosongan lambung, dimana cairan seperti normal saline dimasukkan ke dalam lambung melalui orogastrik atau nasogastrik dengan diameter besar dan kemudian dibuang dalam upaya untuk membuang bagian agen yang mengandung toksik.
Indikasi lavage lambung adalah:
1. Depresi status mental
2. Tidak ada reflek muntah
3. Gagal dengan terapi emesis
4. Pasien dalam keadaan sadar
Kontraindikasi lavage lambung:
1. Ingesti kaustik
2. Kejang yang tidak terkontrol
Untuk tindakan ini pasien dibaringkan dalam posisi dekubitus lateral sebelah kiri, dengan bagian kepala lebih rendah daripada kaki. Masukkan cairan 150 sampai 200 ml air atau saline (pada anak 50 sampai 100 ml) ke dalam lambung. Prosedur ini diulang sampai keluar cairan yang jernih atau sedikitnya menggunakan 2 liter air. Intubasi nasotrakeal atau endotrakeal diperlukan untuk melindungi jalan udara. Prosedur ini dilakukan 4 jam setelah obat ditelan.
Komplikasi lavage lambung:
1. Perforasi esofagus
2. Aspirasi pulmonal
3. Ketidakseimbangan elektrolit
4. Tensi pneumothorak
5. Hipotermia pada anak-anak bila menggunakan lavage yang dingin

• Adsorben
Adsorben merupakan bahan padat yang mempunyai kemampuan menarik dan menahan pada permukaannya bahan lainnya. Pasien diberi karbon aktif yang berupa bubur ditambah air, yang komposisinya terdiri atas karbon aktif 1 bagian dengan 8 bagian air (1:8) sampai 1:10. karena ikatan karbon-toksik lemah, maka harus segera dikeluarkan dari saluran cerna dengan menggunakan laksatif. Penggunaan adsorben harus hati-hati pada pasien dengan bising usus rendah, dan menjadi kontraindikasi untuk pasien dengan gangguan usus.
• Katartik
Pemberian agen katartik dapat mempercepat eliminasi toksin dari saluran cerna dan mengurangi absorpsi. Katartik diberikan per oral atau dengan selang nasogastrik pada semua kasus keracunan di mana arang obat dianjurkan, kecuali pada anak kecil. Pada anak-anak kurang dari 1 tahun, katartik tidak diberikan untuk menghindari dehidrasi.
• Peningkatan eliminasi
Setelah prosedur diagnostik dan dekontaminasi serta pemberian antidot dilakukan dengan tepat, penting untuk mempertimbangkan langkah peningkatan eliminasi, seperti diuresis paksa, dialisis atau tranfusi tukar.
Diuresis paksa adalah tindakan memberi caairan parenteral dalam jumlah besar (0,5-1,5 liter sejam) untuk mempercepat ekskresi obat melalui ginjal. Syarat diuresis paksa adalah sebagai berikut:

1. Keracunan harus berat
2. Obat harus larut dalam air
3. Berat molekul obat kecil
4. Obat tidak diikat oleh protein maupun lemak
5. Obat tidak dikumulasi dalam suatu rongga atau organ tubuh
6. Obat tidak diekskresi lebih cepat melalui jalan lain, misal paru atau usus.
Tindakan ini mudah dilakukan tetapi mengandung bahaya yang tidak boleh diabaikan karena itu hanya dilakukan bila ada indikasi yang baik dan memenuhi syarat-syaratnya. Kontraindikasi untuk diuresis paksa adalah:
1. Gagal jantung
2. Insufisiensi ginjal
3. Syok
Semula diuresis paksa sangat populer, tetapi karena tidak terbukti manfaatnya, cara ini jarang digunakan, karena bisa mengakibatkan ketidaknormalan elektrolit.
Hemodialisis merupakan proses perubahan komposisi terlarut darah dengan difusi menembus dinding semipermiabel antara darah dan larutan garam. Metode ini digunakan bila metode konservatif tidak berhasil. Sedangkan hemoperfusi adalah metode pembuangan obat dan toksin dari darah, dengan memompakan darah melewati bahan adsorben dan kemudian disirkulasikan kembali ke dalam tubuh pasien. Antikoagulasi seperti heparin diperlukan untuk mencegah pembekuan darah. Tranfusi tukar merupakan pembuangan bagian darah pasien dan menggantikan dengan darah lengkap yang segar, cara terakhir ini sangat jarang dilakukan.
Pemantauan Pasien Keracunan
Pasien yang keracunan akan memerlukan pemantauan kontinue selama berjam-jam atau berhari-hari setelah pemajanan. Peralatan diagnostik serta tanda-tanda gejala akan memberikan informasi tentang perkembangan pasien dan arah pengobatan serta penatalaksanaan keperawatan. Poemantauan toksikologi meliputi:
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa Gas Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.

5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang keracunan. Skrin negatif tidak berarti bahwa pasien tidak keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.
F. BEBERAPA CONTOH ANTIDOTUM
Antidotum merupakan ramuan/obat untuk melawan atau menawarkan kerja racun. Berikut ini adalah contoh beberapa antidotum yang ada:
TOKSIN ANTIDOTUM
Opiat
Metanol, etilen glikol
Antikolinergik
Organofosfat/insektisida karbamat
Beta bloker
Digitalis, glikosida
Benzodiazepin
Karbon monoksida
Nitrit
Asetaminofen
Cianida


Penghambat saluran kalsium Nalokson
Etanol
Fisostigmin
Atropin, piridoksin
Glukagon
Digoksin-fragmen antibodi tertentu
Flumazenil
Oksigen
Metilen biru
N-asetilsistein
Amil nitrit
Natrium nitrit
Natrium tiosulfat
Kalsium glukonat


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit yang fatal. Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara overdosis oleh remaja maupun orang dewasa. Kematian pada anak akibat mengkonsumsi obat atau produk rumah tangga yang toksik telah berkurang secara nyata dalam 20 tahun terakhir, sebagai hasil dari kemasan yang aman dan pendidikan yang efektif untuk pencegahan keracunan.
Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.

Bahan Kimia Beracun

BAB. I
PENDAHULUAN

Meskipun penyelidikan epidemiologis memberi bukti yang paling dapat dipercaya bahwa suatu bahan kimia tertentu rnempunyai efek merugikan kesehatan pada suatu populasi, narnun penyelidikan semacarn ini memiliki beberapa kelemahan. Hal ini dikarenakan selain biaya yang rnahal, juga membutuhkan jumlah pekerja yang terpapar dalam jumlah besar untuk rnemjamin kesahihan perhitungan-perhitungan statistik.

Pemaparan terhadap suatu penyebab penyakit yang potensial atau akibat dari perbedaan dalam paparan (misalnya terhadap bahan kimia) kemudian diperiksa dan diukur kemudian penduduk keseluruhan ditindak lanjuti untuk melihat bagaimana perkembangan penyakit atau akibat selanjutnya antara kelompok yang terpapar dan tidak terpapar.

Di samping itu, studi epidemiologis mungkin tidak dapat mendeteksi kasus-kasus mengenai peranan dari kasus satu bahan kimia tertentu ketika para pekerja terpapar terhadap campuran bahan kimia. Oleh karena informasi yang diberikan dalam studi epidemiologis sangat terbatas, maka tindakan pencegahan hendaknya dianjurkan berdasarkan atas studi binatang. Teori dengan menggunakan uji binatang adalah bahwa manusia dan binatang seperti mencit, tikus atau anjing memiliki biokimia dasar dan proses-proses hayati yang sama. Uji binatang memungkinkan untuk menguji toksisitas suatu bahan kimia sebelum manusia terpapar. Setiap bahan kimia mempunyai efek dan target sasaran organ tubuh yang akan rusak baik secara lokal, sistemik, akut, dapat pulih atau tidak dapat pulih.


BAB. II
PEMBAHASAN
A. Bahan Kimia.
Bahan kimia dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh ialah :

1. Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis) Dalam luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.

2. Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.

3. Ginial dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.

4. Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang mennuju ke syaraf adalah pestisida.
Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kirnia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.

5. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik.
Bahan kimia lain dapat merusak surnsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.

6. Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.

7. Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi.
Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.

 Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
 Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid.

B. Cara menentukan toksisitas bahan kimia
Dalam pengertian umum, toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu organisme hidup. Pengetahuan mengenai toksisitas suatu bahan kimia dikumpulkan dengan mempelajari efek-efek dari:
• Pemaparan bahan kimia terhadap binatang percobaan.
• Pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah
• seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium.
• Pemaparan bahan kimia terhadap manusia.
 Studi terhadap binatang
Uji toksisitas akut (LD50dan LC50)
Uji standar untuk tosisitas akut (jangka pendek) adalah memberi binatang bahan kimia dengan jumlah yang semakin meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga binatang percobaan tersebut mati. Cara lain adalah dengan menaruh bahan kimia pada kulit binatang hingga suatu reaksi dapat teramati.

Jumlah bahan kimia yang menyebabkan kematian 50% binatang percobaan dikenal sebagai dosis mematikan bagi 50% binatang percobaan atau LD50. Dalarn percobaan dengan LD50 ini dapat dilakukan secara oral atau dermal tergantung pada metoda pemaparannya.

Dosis mematikan untuk inhalasi bahan kimia dalam bentuk gas atau aerosol juga dapat diuji. Dalarn hal ini konsentrasi gas atau tiap yang membunuh separuh dari binatang dimasukkan konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan atau disebut LC50. LD50 dan LC50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas. Kriteria di bawah ini sering dipakai untuk maksud klasifikasi efek toksik akut pada binatang.

Selain itu dengan skala Hodge dan Sterner dapat mengklasifikasikan toksisitas akut bahan kimia terhadap manusia. Dalam menilai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh suatu bahan kimia tidak mungkin hanya berdasarkan atas LD50 dan LC50. Karena LD50 dan LC50 suatu bahan kimia tidak menyajikan informasi tentang mekanisme atau type toksisitas.

Suatu bahan kimia atau kemungkinan-kemungkinan efek jangka panjang atau kronik. Jadi LD50 dan LC50 hanya merupakan indeks kasar toksisitas. Dalam penentuan dosis tetap, berbagai lembaga internasional saat ini sedang memodifikasi atau mengganti uji LD50 dan LC 50 dengan metode yang lebih sederhana, misalnya tatacara dosis tetap yang menggunakan lebih sedikit binatang percobaan. Tatacara dosis tetap hanya dengan menggunakan jumlah binatang percobaan yang lebih sedikit dan dalam analisis penilaian toksisitas bahan kimia tanpa harus membiarkan binatang mati pada akhir percobaan.

Dasar pemikirannya adalah menguji bagaimana suatu set dosis bahan kimia mempengaruhi sekelompok binatang. Dosis didasarkan alas apa yang tidak diketahui mengenai sifat fisika dan kimia bahan yang sedang dinilai.
• Uji iritasi dan korosi
Uji iritasi dan korosi memberikan sejumlah informasi khas.
Bahan kimia yang sedang diuji ditaruh di atas kulit binatang percobaan dan kemudian diperiksa selama beberapa hari untuk melihat tanda-tanda seperti ruam kulit atau reaksi panas. Pengujian dapat dilakukan pada mata binatang (dikenal dengan Draize).

• Uji toksisitas sub kronik
Secara normal uji toksisitas subkronik memerlukan studi inhalasi atau penelanan selama 90 hari untuk mengetahui efek-efek spesifik dan nyata dari bahan kimia pada organ dan biokimia dari binatang. Pengujian toksisitas sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang dan diarahkan terutama untuk mendeteksi efek toksik yang secara jelas bukan akibat dari pemaparan kulit.

Pengujian secara kasar hanya berdasarkan pengamatan abnormalitas secara pengamatan kasar dengan mata telanjang, tetapi untuk pengujian yang lebih mendalam perlu pengambilan irisan suatu jaringan dan diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui terjadi abnormalitas sel-sel dalam organ.

Pada umumnya dalam pengujian perlu pengarnbilan cuplikan darah atau urin secara teratur dari binatang percobaan untuk pemeriksaan dan analisis. Pengujian-pengujian ini merupakan dasar bagi dosis yang digunakan dalam uji hayati kronik.

• Uji hayati kronik (seumur hidup)
Maksud dari uji hayati kronik (seumur hidup), untuk menentukan apakah bahan kimia dapat menimbulkan setiap efek kesehatan yang mungkin memerlukan waktu yang lama untuk menimbulkan suatu efek seperti kanker, atau paparan jangka panjang terhadap bahan kimia menimbulkan efek kesehatan pada organ seperti ginjal.

Percobaan ini dilakukan dengan memberikan dosis tertentu bahan kimia terhadap hewan percobaan melalui penelanan atau inhalasi terhadap bahan kimia yang sedang diuji selama masa hidupnya. Untuk mencit dapat memakan waktu hingga 2 tahun sedangkan untuk tikus sedikit lebih singkat. Dalam suatu uji khusus, 50 ekor rnencit atau tikus dari tiap jenis kelamin diberi perlakuan paparan bahan kimia yang sedang diuji dengan dosis tinggi tetapi tidak mematikan.
Binatang percobaan ini dibandingkan dengan binatang sebagai kontrol dalam jumlah yang sama dengan jumlah binatang percobaan dalam waktu yang sama. Binatang kontrol ini serupa dalam segala hal dengan binata.ng percobaan, perbedaannya bahwa binatang kontrol tersebut tidak diberi perlakuan pemaparan bahan kimia. Suatu percobaan yang baik yaitu dengan memberikan perlakuan pemaparan untuk kedua jenis kelamin terhadap bahan kimia dengan dosis yang berbeda. Dalam suatu percobaan efek bahan kimia dapat menggunakan binatang percobaan hingga 500 ekor.

• Uji Mutagenitas jangka pendek
Bakteri dan sel binatang yang tumbuh dalam tabung uji dari koloni serangga buah-buahan atau serangga lain cocok untuk penyelidikan yang cepat dan rnurah dalarn usaha mengetahui bahan kirnia yang potensial mempunyai efek karsinogenik dan mutagenik. Uji yang paling baik dan paling banyak digunakan adalah uji rnutagenitas Salmonella (umumnya dikenal sebagai uji Ames). Uji ini membutuhkan bakteri yang tumbuh secara khusus di laboratorium dan memaparkannya terhadap bahan kimia yang diuji. Uji tersebut untuk mendeteksi mutasi dalam bakteri yaitu untuk uji efek mutagenik.

Terdapat sejumlah uji mutagenik jangka pendek yang lain atau pengujian mutagenitas (mutagenity assay). Uji ini seringkali dirujuk sebagai uji in vitro. Jadi uji ini dibedakan dengan uji in vivo yang menggunakan jaringan hidup seperti binatang dan manusia. Banyak bahan kimia dapat menyebabkan kanker pada binatang dan mungkin menimbulkan kanker pada manusia bersifat mutagenik.

• Uji yang herhubungan dengan reproduksi
Uji binatang percobaan untuk memeriksa efek yang merugikan dari suatu bahan kimia pada reproduksi memerlukan perlakuan pemaparan terhadap seekor atau kedua induk terhadap bahan kimia yang sedang diuji sebelum kawin, kemudian diamati efek-efeknya pada setiap keturunannya. Kadang-kadang perlakuan paparannya diberikan pada seekor binatang yang sedang hamil. Efek reproduksi dapat diklasifikasikan dengan hasil-hasil temuan seperti apakah keturunannya lebih sedikit jumlahnya bobot tubuh yang lebih ringan atau dalam beberapa hal mengalami kerusakan. Uji rnultigenerasi kadang-kadang diperlukan untuk mendeteksi efek yang dapat diwariskan bagi generasi berikutnya.



• Uji tingkah laku
Efek bahan kimia terhadap percobaan tingkah laku binatang percobaan. Misalnya pemberian paparan bahan kimia terhadap hewan percobaan kemudian hewan percobaan dimasukkan dalam kotak maze (kotak dengan jalan ruwet) kemudian diamati tingkah laku hewan percobaan tersebut apakah terjadi perubahan tingkah laku dengan adanya efek bahan kimia terhadap otak dan saraf. Namun kerapkali percobaan ini menunjukkan efek tidak nyata.

 Studi epidemiologis
Studi epidemiologis menyelidiki kesehatan sekelompok orang atau menetapkan apakah mereka terpengaruh oleh paparan bahan kimia di tempat kerja atau dalam lingkungan umum. Dalam studi ini perlu perbandingan penyakit yang timbul akibat bahan kimia pada sekelompok orang yang terpapar dengan orang-orang yang tidak terpapar dalam kurun waktu tertentu.

Dua metode penyelidikan yang paling umum dalam epidemiologi adalah studi kontrol kasus dan studi kohor. Studi kontrol kasus relatif lebih sederhana pelaksanaannya dan penggunaannya sedikit meningkat untuk menyelidiki penyebab penyakit terutama bagi penyakit yang jarang terjadi. Pada dasarnya metode ini membandingkan orang yang jatuh sakit atau akibat lainnya dengan suatu kelompok kontrol yang sesuai, yang tidak dipengaruhi oleh penyakit tersebut atau akibatnya dalarn suatu usaha untuk mengidentifikasi penyebab. Studi kohor juga disebut sebagai studi lanjutan atau studi insiden dengan melekat pada sekelompok penduduk (suatu kohor) yang digolongkan dalam sub kelompok.


BAB III
P E N U T U P
KESIMPULAN

Dalam penentuan toksisitas suatu bahan kimia yang terbaik adalah dengan melakukan studi dengan menggunakan binatang percobaan karena uji binatang memungkinkan untuk menguji toksisitas suatu bahan kimia sebelum manusia terpapat.